Hakikat Bertestimoni
Pohon Kebaikan & Iman
Seorang Muslim harus bisa menjadi pusaran pengharapan, bagi diri sendiri, orang lain, lingkungan dan alam semesta ini.
Rasulullah saw bersabda, "Sebaik-baik manusia, yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya." Sementara dalam hadits yang lain, Rasulullah menegaskan, "Orang Muslim, ialah orang yang orang lain selamat dari lisan dan tangannya."
Dua hadits di atas menegaskan apa yang kita sebut dengan Daya Cipta Manfaat. Artinya, kemusliman kita semestinya menjadi pusaran-pusaran manfaat, yang orang lain dan kehidupan sekitar menaruh harapan besar pada jati diri kemusliman kita. Hadits itu juga menegaskan, bagaimana seharusnya arus manfaat dari diri kita terus mengalir, sementara arus yang merugikan tertahan. Sehingga orang-orang mendapat manfaat dari diri kita, sekaligus terhindar dari kejahatan lisan dan tangan kita.
Daya cipta manfaat, adalah prinsip utama kehidupan seorang mukmin. Sumber inspirasi dari daya cipta manfaat adalah keimanan itu sendiri. Itu sebabnya, seorang mukmin harus bisa hidup dengan imannya itu. Keimanan itu sendiri harus berbuah, memberi manfaat bagi orang lain. Sebab tradisi keimanan sendiri, atau anatominya adalah seperti pohon yang memberi buah manfaat bagi kehidupan ini. Iman & Amal yang benar pasti ada buahnya.
Allah swt menjelaskan,
"Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik (tauhid) seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat."
"Dan perumpamaan kalimat yang buruk (kekufuran) seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permurkaan bumi, tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun. Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di duniia dan akhirat, dan Allah menyesatkan orang-orang yang dzolim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki. " (QS. Ibrahim: 24-26).
Apa yang dilakukan oleh NAQS DNA dalam menuliskan dan menceritakan karunia dan pertolongan Allah yang di alaminya adalah sebagai sebuah ungkapan rasa syukur yang tak terhingga kepada Allah SWT. Kami menyampaikan dan mengabarkan bukti-bukti kebenaran Al-Quran yang telah kami alami dan rasakan dalam kehidupan kami. Bahwa Allah itu betul-betul dekat dan bahwa pertolongan Allah itu benar-benar nyata adanya.
Kami tahu, ada yang menuduh kami berbuat riya' dan sombong, ketahuilah saudara. Apa yang dapat kami sombongkan dan banggakan...? kami ini hanyalah hamba Allah yang fakir dan tiada daya upaya tanpa pertolongan Allah swt. Kalaulah anda datang kepada kami dan menyuruh kami untuk menunjukkan keajaiban Allah di depan mata saudara, kami tidak bisa. Kami ini bukanlah kumpulan orang-orang sakti yang siap mendemonstrasikan kesaktiannya. Kami ini hanyalah orang biasa, sama seperti saudara semua. Kami juga tidak mengetahui apa-apa mengenai hal ghaib.
"Katakanlah: Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah: "Apakah sama orang yang buta dengan yang melihat?" Maka apakah kamu tidak memikirkan(nya)?"( QS. Al An'am 6:50 )
Sekali lagi kami tegaskan, bahwa semua testimoni yang kami sampaikan itu semata-mata demi melakukan tuntunan rasulullah untuk selalu berlaku Syukur terhadap nikmat Alah SWT. Dan kami tidak ingin tergolong orang yang mendustakan ayat (tanda-tanda kebesaran) Allah.
Al-Asfahani menyatakan bahwa kata syukur mengandung arti ‘gambaran di dalam benak tentang nikmat dan menampakkannya ke permukaan’. Pengertian ini diambil dari asal kata syukur (شُكُوْر) yakni kata syakara (شَكَرَ), yang berarti ‘membuka’ sehingga ia merupakan lawan dari kata kafara/kufur (كَفَرَ\كُفُوْر), yang berarti ‘menutup’, atau ‘melupakan nikmat dan menutup-nutupinya’.
Kalau kata syakara (شَكَرَ) merupakan antonim dari kata kafara (كَفَرَ) maka bentukan dari kedua kata ini pun sering diperhadapkan di dalam Alquran, antara lain pada S. Ibrahim (14): 7. Jadi, hakikat syukur adalah “menampakkan nikmat”, sedangkan hakikat kufur adalah “menyembunyikan nikmat”. Menampakkan nikmat antara lain berarti menggunakannya pada tempatnya dan sesuai dengan yang dikehendaki oleh pemberinya. Di samping itu, berarti juga menyebut-nyebut nikmat serta pemberinya dengan lidah (S. Adh-Dhuha [93]: 11). Demikian pula pada S. Al-Baqarah (2): 152. Para mufasir menjelaskan bahwa ayat yang disebut terakhir ini mengandung perintah untuk mengingat Allah tanpa melupakannya, patuh kepada-Nya tanpa menodainya dengan kedurhakaan. Syukur yang demikian lahir dari keikhlasan kepada-Nya.
Firman Allah,
Sahabat NAQS, setelah hati kita telah tertanam dengan Nama Tuhan. Selama sehari semalam dalam 24 jam kita selalu bersama Tuhan. Kita belajar bersabar untuk senantiasa konsisten berjalan di atas Jalan ini, walau apapun ujiannya. Setelah diri kita ditempa dalam tangga "Sabar", selanjutnya marilah kita lanjutkan langkah menaiki tangga selanjutnya yaitu "Syukur". Sebagaimana di ungkapkan dalam ayat di atas ternyata bahwa perintah untuk berdzikir mengingat Allah itu bergandeng dengan perintah untuk senantiasa bersyukur kepada Allah.
Sahabat NAQS, menurut hasil penelitian para ahli, orang yang bersyukur ternyata lebih berpikiran positif, lebih waspada, lebih antusias, lebih pasti saat mengambil keputusan, lebih perhatian pada sesama, dan memiliki lebih banyak energi dibanding mereka yang tidak memiliki rasa syukur.Orang yang bersyukur setiap harinya merasa hidupnya lebih baik secara keseluruhan dan lebih optimistis dalam menghadapi masa depan. Bahkan ada penelitian yang menyebutkan, orang yang bersyukur itu lebih sukses!
Tanpa kita sadari, karunia telah turun dengan melimpah pada kita. Setiap tarikan nafas kita ada belaian sayang yang Maha Pencipta terhembus di sana. Namun terkadang kita melupakan untuk sekedar berterima kasih kepada-Nya dalam bentuk apa pun.
Syukur, artinya syakara atau terbuka, sementara kebalikannya adalah kafara yaitu tertutup. Hidup ini mudah jika kita terbuka. Terbuka melihat hal-hal kecil di sekitar kita, terbuka menerima cobaan yang sedikit menghambat perjalanan kita, terbuka dalam berpikir. Begitu beruntungnya kita jika dibandingkan dengan orang lain, dan masih banyak lagi keterbukaan yang harus kita lakukan dalam menyikapi hidup. Untuk selanjutnya kita perlu berterima kasih kepada Tuhan atas takdir-Nya yang indah untuk kita. Itulah Bersyukur…
Dengan bersyukur, ibarat kata punya uang seribu saja kita merasa kaya. Selain itu, bersyukur merupakan obat ampuh untuk mengobati sifat iri & dengki. sifat dimana kita merasa cemburu ketika orang lain terlihat lebih bahagia, lebih hebat, dan segala lebih lainnya. Rumput tetangga nampak lebih hijau dalam pandangan orang yang tertutup hatinya (Kufur).
Sebab, berdasarkan hadis Nabi Saw,
Hadis ini antara lain berarti bahwa siapa yang tidak pandai berterimakasih (bersyukur) atas kebaikan manusia maka dia pun tidak akan pandai mensyukuri Allah karena kebaikan orang lain yang diterimanya itu bersumber dari Allah juga. Jadi, syukur manusia kepada Allah dimulai dengan menyadari dari lubuk hatinya yang terdalam betapa besar nikmat dan anugerah-Nya, disertai dengan ketundukan dan kekaguman yang melahirkan rasa cinta kepada-Nya serta dorongan untuk bersyukur dengan lidah dan perbuatan.
Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa kata syukur (شُكُوْر) dan kata-kata yang seakar dengannya di dalam Alquran meliputi makna ‘pujian atas kebaikan’, ‘ucapan terimakasih’, atau ‘menampakkan nikmat Allah ke permukaan’, yang mencakup syukur dengan hati, syukur dengan lidah, dan syukur dengan perbuatan. Di dalam hal ini, syukur juga diartikan sebagai ‘menggunakan anugerah Ilahi sesuai dengan tujuan penganugerahannya’.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“(Ucapan) Alhamdulillah memenuhi timbangan dan (ucapan) Subahanallah wal hamdulillah keduanya memenuhi antara langit dan Bumi.”( HR. Muslim dari Abu Malik Al Asy’ary radhiyallahu ‘anhu)
Dalam beberapa kitab yang memuat kompilasi hadits shahih, Nabi Saw bersabda :
"Allah Swt berfirman, Aku ini (bertindak) sesuai dengan prasangka hamba-Ku padaku. Aku selalu bersamanya jika ia mengingat-Ku. Apabila ia mengingat-Ku di dalam hatinya, maka Aku pun menyebutnya sendiri. Jika dia mengingat-Ku di tengah-tengah orang banyak, maka aku akan menyebutnya di tengah-tengah orang banyak yang lebih mulia dari pada orang banyak saat ia mengingat-Ku." (HR. al Bukhari dan ahli hadits lainnya).
Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: “Barangsiapa di pagi hari membaca doa: “Ya Allah, apa saja ni’mat yang kuterima pagi ini adalah dariMu semata. Tidak ada sekutu bagiMu. Maka bagiMu segala puji dan bagiMu segenap terimakasih”, maka sungguh ia telah penuhi kewajiban bersyukurnya hari itu. Dan barangsiapa mengucapkannya di waktu sore, maka sungguh ia telah penuhi kewajiban bersyukurnya malam itu.” (HR Abu Dawud 4411)
Ucapan Syukur Pagi Hari :
اللَّهُمَّ مَا أَصْبَحَ بِي مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنْكَ وَحْدَكَ لَا شَرِيكَ لَكَ فَلَكَ الْحَمْدُ وَلَكَ الشُّكْرُ
“Ya Allah, apa saja ni’mat yang kuterima pagi ini adalah dariMu semata. Tidak ada sekutu bagiMu. Maka bagiMu segala puji dan bagiMu segenap terimakasih”. (HR Abu Dawud 4411)
Ucapan Syukur Sore Hari :
اللَّهُمَّ مَا أَمْسَى بِي مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنْكَ وَحْدَكَ لَا شَرِيكَ لَكَ فَلَكَ الْحَمْدُ وَلَكَ الشُّكْرُ
“Ya Allah, apa saja ni’mat yang kuterima sore ini adalah dariMu semata. Tidak ada sekutu bagiMu. Maka bagiMu segala puji dan bagiMu segenap terimakasih”. (HR Abu Dawud 4411)
Seorang Muslim harus bisa menjadi pusaran pengharapan, bagi diri sendiri, orang lain, lingkungan dan alam semesta ini.
Rasulullah saw bersabda, "Sebaik-baik manusia, yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya." Sementara dalam hadits yang lain, Rasulullah menegaskan, "Orang Muslim, ialah orang yang orang lain selamat dari lisan dan tangannya."
Dua hadits di atas menegaskan apa yang kita sebut dengan Daya Cipta Manfaat. Artinya, kemusliman kita semestinya menjadi pusaran-pusaran manfaat, yang orang lain dan kehidupan sekitar menaruh harapan besar pada jati diri kemusliman kita. Hadits itu juga menegaskan, bagaimana seharusnya arus manfaat dari diri kita terus mengalir, sementara arus yang merugikan tertahan. Sehingga orang-orang mendapat manfaat dari diri kita, sekaligus terhindar dari kejahatan lisan dan tangan kita.
Daya cipta manfaat, adalah prinsip utama kehidupan seorang mukmin. Sumber inspirasi dari daya cipta manfaat adalah keimanan itu sendiri. Itu sebabnya, seorang mukmin harus bisa hidup dengan imannya itu. Keimanan itu sendiri harus berbuah, memberi manfaat bagi orang lain. Sebab tradisi keimanan sendiri, atau anatominya adalah seperti pohon yang memberi buah manfaat bagi kehidupan ini. Iman & Amal yang benar pasti ada buahnya.
Allah swt menjelaskan,
"Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik (tauhid) seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat."
"Dan perumpamaan kalimat yang buruk (kekufuran) seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permurkaan bumi, tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun. Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di duniia dan akhirat, dan Allah menyesatkan orang-orang yang dzolim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki. " (QS. Ibrahim: 24-26).
HAKIKAT TESTIMONI/KESAKSIAN MEMBER NAQS ADALAH SEBAGAI
SARANA MENGUNGKAPKAN SYUKUR NIKMAT KEPADA ALLAH SWT.
Apa yang dilakukan oleh NAQS DNA dalam menuliskan dan menceritakan karunia dan pertolongan Allah yang di alaminya adalah sebagai sebuah ungkapan rasa syukur yang tak terhingga kepada Allah SWT. Kami menyampaikan dan mengabarkan bukti-bukti kebenaran Al-Quran yang telah kami alami dan rasakan dalam kehidupan kami. Bahwa Allah itu betul-betul dekat dan bahwa pertolongan Allah itu benar-benar nyata adanya.
Kami tahu, ada yang menuduh kami berbuat riya' dan sombong, ketahuilah saudara. Apa yang dapat kami sombongkan dan banggakan...? kami ini hanyalah hamba Allah yang fakir dan tiada daya upaya tanpa pertolongan Allah swt. Kalaulah anda datang kepada kami dan menyuruh kami untuk menunjukkan keajaiban Allah di depan mata saudara, kami tidak bisa. Kami ini bukanlah kumpulan orang-orang sakti yang siap mendemonstrasikan kesaktiannya. Kami ini hanyalah orang biasa, sama seperti saudara semua. Kami juga tidak mengetahui apa-apa mengenai hal ghaib.
"Katakanlah: Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah: "Apakah sama orang yang buta dengan yang melihat?" Maka apakah kamu tidak memikirkan(nya)?"( QS. Al An'am 6:50 )
Sekali lagi kami tegaskan, bahwa semua testimoni yang kami sampaikan itu semata-mata demi melakukan tuntunan rasulullah untuk selalu berlaku Syukur terhadap nikmat Alah SWT. Dan kami tidak ingin tergolong orang yang mendustakan ayat (tanda-tanda kebesaran) Allah.
"Maka ni'mat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?"( QS. Ar Rahmaan 55:13 )Keajaiban Syukur
Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.( QS. Al Baqarah 2:39 )
"Sungguh telah rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Tuhan; sehingga apabila kiamat datang kepada mereka dengan tiba-tiba, mereka berkata: "Alangkah besarnya penyesalan kami, terhadap kelalaian kami tentang kiamat itu !", sambil mereka memikul dosa-dosa di atas punggungnya. Ingatlah, amat buruklah apa yang mereka pikul itu."( QS. Al An'am 6:31 )
"Sesungguhnya Kami mengetahui bahwasanya apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu, (janganlah kamu bersedih hati), karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah."( QS. Al An'am 6:33 )
"Katakanlah: "Sesungguhnya aku berada di atas hujjah yang nyata (Al Quraan) dari Tuhanku, sedang kamu mendustakannya. Tidak ada padaku apa (azab) yang kamu minta supaya disegerakan kedatangannya. Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik".( QS. Al An'am 6:57 )
"Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan mendustakan akan menemui akhirat, sia-sialah perbuatan mereka. Mereka tidak diberi balasan selain dari apa yang telah mereka kerjakan."( QS. Al A'raf 7:147 )
"Lalu mereka mendustakan Nuh, maka Kami selamatkan dia dan orang-orang yang bersamanya di dalam bahtera, dan Kami jadikan mereka itu pemegang kekuasaan dan Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka perhatikanlah bagaimana kesesudahan orang-orang yang diberi peringatan itu."( QS. Yunus 10:73 )
Al-Asfahani menyatakan bahwa kata syukur mengandung arti ‘gambaran di dalam benak tentang nikmat dan menampakkannya ke permukaan’. Pengertian ini diambil dari asal kata syukur (شُكُوْر) yakni kata syakara (شَكَرَ), yang berarti ‘membuka’ sehingga ia merupakan lawan dari kata kafara/kufur (كَفَرَ\كُفُوْر), yang berarti ‘menutup’, atau ‘melupakan nikmat dan menutup-nutupinya’.
Kalau kata syakara (شَكَرَ) merupakan antonim dari kata kafara (كَفَرَ) maka bentukan dari kedua kata ini pun sering diperhadapkan di dalam Alquran, antara lain pada S. Ibrahim (14): 7. Jadi, hakikat syukur adalah “menampakkan nikmat”, sedangkan hakikat kufur adalah “menyembunyikan nikmat”. Menampakkan nikmat antara lain berarti menggunakannya pada tempatnya dan sesuai dengan yang dikehendaki oleh pemberinya. Di samping itu, berarti juga menyebut-nyebut nikmat serta pemberinya dengan lidah (S. Adh-Dhuha [93]: 11). Demikian pula pada S. Al-Baqarah (2): 152. Para mufasir menjelaskan bahwa ayat yang disebut terakhir ini mengandung perintah untuk mengingat Allah tanpa melupakannya, patuh kepada-Nya tanpa menodainya dengan kedurhakaan. Syukur yang demikian lahir dari keikhlasan kepada-Nya.
Firman Allah,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا
"Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya." (Al-Ahzaab:41)
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلا تَكْفُرُونِ
"Karena itu, ingatlah kalian kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepada kalian, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kalian mengingkari (nikmat)-Ku." (Al-Baqarah:152)
Sahabat NAQS, setelah hati kita telah tertanam dengan Nama Tuhan. Selama sehari semalam dalam 24 jam kita selalu bersama Tuhan. Kita belajar bersabar untuk senantiasa konsisten berjalan di atas Jalan ini, walau apapun ujiannya. Setelah diri kita ditempa dalam tangga "Sabar", selanjutnya marilah kita lanjutkan langkah menaiki tangga selanjutnya yaitu "Syukur". Sebagaimana di ungkapkan dalam ayat di atas ternyata bahwa perintah untuk berdzikir mengingat Allah itu bergandeng dengan perintah untuk senantiasa bersyukur kepada Allah.
Sahabat NAQS, menurut hasil penelitian para ahli, orang yang bersyukur ternyata lebih berpikiran positif, lebih waspada, lebih antusias, lebih pasti saat mengambil keputusan, lebih perhatian pada sesama, dan memiliki lebih banyak energi dibanding mereka yang tidak memiliki rasa syukur.Orang yang bersyukur setiap harinya merasa hidupnya lebih baik secara keseluruhan dan lebih optimistis dalam menghadapi masa depan. Bahkan ada penelitian yang menyebutkan, orang yang bersyukur itu lebih sukses!
Tanpa kita sadari, karunia telah turun dengan melimpah pada kita. Setiap tarikan nafas kita ada belaian sayang yang Maha Pencipta terhembus di sana. Namun terkadang kita melupakan untuk sekedar berterima kasih kepada-Nya dalam bentuk apa pun.
Syukur, artinya syakara atau terbuka, sementara kebalikannya adalah kafara yaitu tertutup. Hidup ini mudah jika kita terbuka. Terbuka melihat hal-hal kecil di sekitar kita, terbuka menerima cobaan yang sedikit menghambat perjalanan kita, terbuka dalam berpikir. Begitu beruntungnya kita jika dibandingkan dengan orang lain, dan masih banyak lagi keterbukaan yang harus kita lakukan dalam menyikapi hidup. Untuk selanjutnya kita perlu berterima kasih kepada Tuhan atas takdir-Nya yang indah untuk kita. Itulah Bersyukur…
Dengan bersyukur, ibarat kata punya uang seribu saja kita merasa kaya. Selain itu, bersyukur merupakan obat ampuh untuk mengobati sifat iri & dengki. sifat dimana kita merasa cemburu ketika orang lain terlihat lebih bahagia, lebih hebat, dan segala lebih lainnya. Rumput tetangga nampak lebih hijau dalam pandangan orang yang tertutup hatinya (Kufur).
Sahabat NAQS, tidaklah sulit untuk melakukan ini. Hanya perlu kepekaan hati terhadap apa yang telah kita miliki dan peka terhadap keadaan di sekitar kita. Ikhlas menerima kenyataan hidup yang kita alami dengan apa adanya. Serta berterima kasih kepada Tuhan terhadap segala nikmat dan karunia yang kita terima walau sekecil apapun. Sehingga Rasa Terima kasih yang kita ucapkan dan tuliskan adalah benar-benar tulus dari lubuk hati yang paling dalam.M. Quraish Shihab menegaskan bahwa ada juga hamba-hamba Allah yang syakur, walau tidak banyak, sebagaimana firman-Nya di dalam S. Saba’ (34): 13. Dari sini, tentu saja makna dan kapasitas syakur hamba (manusia) berbeda dengan sifat yang disandang Allah. Manusia yang bersyukur kepada manusia/makhluk lain adalah dia yang memuji kebaikan serta membalasnya dengan sesuatu yang lebih baik atau lebih banyak dari apa yang telah dilakukan oleh yang disyukurinya itu. Syukur yang demikian dapat juga merupakan bagian dari syukur kepada Allah.
Dengan senantiasa bersyukur, kita akan selalu tetap bersemangat dan termotivasi untuk melakukan segala kegiatan dalam kehidupan kita dengan lebih baik dan semakin lebih baik. Karena ternyata masih banyak hal di depan kita untuk kita jadikan lahan ibadah bagi kita. Masih banyak yang perlu kita syukuri, Masih banyak potensi diri dan lingkungan yang belum kita aktualisasikan dengan maksimal. Terbuka luas semua Potensi & Peluang. Masih terbuka luas lahan untuk kita mengekspresikan diri. Akhirnya, Kita akan merasakan keindahan hidup seperti orang dan nyanyian katakan. Inilah Keajaiban berSyukur. (NAQS DNA)
Sebab, berdasarkan hadis Nabi Saw,
وَمَنْ لَمْ يَشْكُرِ النَّاسَ لمَ ْيَشْكُرِ اللهَ
“Wa-man lam yasykur an-nas lam yasykur Allah”
Siapa yang tidak mensyukuri manusia maka dia tidak mensyukuri Allah. (HR. Abu Daud dan At-Turmuzi).
Hadis ini antara lain berarti bahwa siapa yang tidak pandai berterimakasih (bersyukur) atas kebaikan manusia maka dia pun tidak akan pandai mensyukuri Allah karena kebaikan orang lain yang diterimanya itu bersumber dari Allah juga. Jadi, syukur manusia kepada Allah dimulai dengan menyadari dari lubuk hatinya yang terdalam betapa besar nikmat dan anugerah-Nya, disertai dengan ketundukan dan kekaguman yang melahirkan rasa cinta kepada-Nya serta dorongan untuk bersyukur dengan lidah dan perbuatan.
Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa kata syukur (شُكُوْر) dan kata-kata yang seakar dengannya di dalam Alquran meliputi makna ‘pujian atas kebaikan’, ‘ucapan terimakasih’, atau ‘menampakkan nikmat Allah ke permukaan’, yang mencakup syukur dengan hati, syukur dengan lidah, dan syukur dengan perbuatan. Di dalam hal ini, syukur juga diartikan sebagai ‘menggunakan anugerah Ilahi sesuai dengan tujuan penganugerahannya’.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“(Ucapan) Alhamdulillah memenuhi timbangan dan (ucapan) Subahanallah wal hamdulillah keduanya memenuhi antara langit dan Bumi.”( HR. Muslim dari Abu Malik Al Asy’ary radhiyallahu ‘anhu)
Dalam beberapa kitab yang memuat kompilasi hadits shahih, Nabi Saw bersabda :
قَالَ الله ُتَعَالَى: اَناَ عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى بِى وَاَنَا مَعَهُ اِذَا ذَكَرَنِى فَإِنْ ذَكَرَنِى فِى نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِى نَفْسِى وَاِنْ ذَكَرَنِى فِى مَلاَءٍ ذَكَرْتُهُ فِى مَلاَءٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ
"Allah Swt berfirman, Aku ini (bertindak) sesuai dengan prasangka hamba-Ku padaku. Aku selalu bersamanya jika ia mengingat-Ku. Apabila ia mengingat-Ku di dalam hatinya, maka Aku pun menyebutnya sendiri. Jika dia mengingat-Ku di tengah-tengah orang banyak, maka aku akan menyebutnya di tengah-tengah orang banyak yang lebih mulia dari pada orang banyak saat ia mengingat-Ku." (HR. al Bukhari dan ahli hadits lainnya).
وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ
"Dan terhadap ni'mat Tuhanmu, maka hendaklah kamu siarkan." (QS 93:11).
"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat. "(Al Quran, Ibrahim, 14:7).
Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: “Barangsiapa di pagi hari membaca doa: “Ya Allah, apa saja ni’mat yang kuterima pagi ini adalah dariMu semata. Tidak ada sekutu bagiMu. Maka bagiMu segala puji dan bagiMu segenap terimakasih”, maka sungguh ia telah penuhi kewajiban bersyukurnya hari itu. Dan barangsiapa mengucapkannya di waktu sore, maka sungguh ia telah penuhi kewajiban bersyukurnya malam itu.” (HR Abu Dawud 4411)
Ucapan Syukur Pagi Hari :
اللَّهُمَّ مَا أَصْبَحَ بِي مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنْكَ وَحْدَكَ لَا شَرِيكَ لَكَ فَلَكَ الْحَمْدُ وَلَكَ الشُّكْرُ
“Ya Allah, apa saja ni’mat yang kuterima pagi ini adalah dariMu semata. Tidak ada sekutu bagiMu. Maka bagiMu segala puji dan bagiMu segenap terimakasih”. (HR Abu Dawud 4411)
Ucapan Syukur Sore Hari :
اللَّهُمَّ مَا أَمْسَى بِي مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنْكَ وَحْدَكَ لَا شَرِيكَ لَكَ فَلَكَ الْحَمْدُ وَلَكَ الشُّكْرُ
“Ya Allah, apa saja ni’mat yang kuterima sore ini adalah dariMu semata. Tidak ada sekutu bagiMu. Maka bagiMu segala puji dan bagiMu segenap terimakasih”. (HR Abu Dawud 4411)
اللهم أعنى على ذكرك وشكرك وحسن عبادتك
(رواه أبو داود)
"Ya Allah bantulah aku untuk dapat mengingat-Mu, bersyukur atas nikmat-Mu dan beribadah kepada-Mu dengan baik."
0 Response to "Hakikat Bertestimoni"
Posting Komentar